Bapak, Pejuang Cuci Darah

By avieldk - Februari 08, 2023

Namanya Harinto, 61 tahun. Baru saja pensiun sebagai guru musik 7 bulan yang lalu. Dia adalah bapakku.

Semenjak pensiun, bapak rutin kontrol ke rumah sakit sebulan sekali. Awalnya normal, biasa-biasa saja. Bapak harus kontrol karena mengidap diabetes - bukan karena keturunan. Lambat laun, kondisi bapak menurun. Gampang lelah, sulit tidur di malam hari, dan yang terutama : mual. Mual yang menyakitkan karena tidak ada isi perut yang keluar. 

27 Desember 2022

Hari sudah malam, waktunya tidur. Apalagi besok aku harus bekerja, persiapan lembur untuk closing akhir tahun. Namun bapak terus mual-mual, mualnya tidak berhenti hingga jam 4 pagi. Bapak sudah tidak kuat, minta dilarikan ke IGD. Bapak opname beberapa hari, dan di hari terakhir opname, dokter memberitahu bahwa bapak harus cuci darah karena ginjalnya sudah kehilangan fungsi untuk menyaring darah. 

Bapak didiagnosis chronic kidney disease stage 5, dimana ginjal bapak hanya berfungsi 15% pada kondisi normal. Gagal ginjal pada stadium 5 tidak bisa disembuhkan, hanya bisa ditopang oleh cuci darah atau mendapat donor ginjal. Mual yang bapak alami merupakan akumulasi dari racun-racun yang seharusnya bisa disaring oleh ginjal.

Jujur, aku takut. Pemikiranku dan perkataan orang-orang mengenai cuci darah terus menhantuiku.

'Kalo dah cuci darah, ga bakal sembuh.'

'Cuci darah? Dah parah banget dong. Kok bisa, Vik?'

'si A (yang sudah meninggal) dulu juga cuci darah terus.'

Ibuk sampai tak sampai hati memberitahu bapak, kalau bapak harus cuci darah. Tapi ternyata bapak kuat. Tidak ada ucap kekhawatiran satupun dari bibirnya. Tidak ada raut ketakutan saat masuk ke ruang HD, saat pahanya ditusuk 2 jarum yang panjang selama berjam-jam.

'Bersyukurlah memiliki bapak yang kuat. Ini waktunya Avie menunjukkan kekuatan yang sudah dicontohkan Pak Harinto ke istri dan anak-anak.'

Begitu ucap bapak pendeta, saat aku mengungkapkan pergumulan hatiku, ketakutanku.

8 Februari 2023

Sudah sebulan lebih berlalu. Bapak rutin cuci darah seminggu sekali di rumah sakit, ditemani ibuk. Besok Jumat bapak akan menjalani operasi cimino, sehingga paha bapak tidak perlu ditusuk jarum HD lagi.

Apakah aku masih takut? Tentu saja. Tidurku tak pernah nyenyak sejak awal tahun ini. Indraku menjadi lebih sensitif, mendengar langkah kaki bapak yang selalu ke kamar mandi saat tengah malam, lalu minum sedikit, kemudian lanjut tidur. Aku ikut gelisah saat bapak mual-mual, aku takut bapak semakin parah. Aku menangis dalam diam saat bapak menahan kesakitannya. 

Aku belajar mengimani bahwa rencana Tuhan adalah rancangan damai sejahtera. Setidaknya kadar kreatinin bapak masih tergolong rendah bagiku. Setidaknya bapak masih semangat untuk menjalani cuci darah setiap minggu. Aku bersyukur ibukku sangat kuat, mendampingi bapak dalam suka dan duka, dalam sakit dan sehat. Aku bersyukur karena cuci darah dan operasi yang bapak lalui bisa ditanggung oleh BPJS, karna kami sempat menggunakan dana pribadi untuk cuci darah bapak selama peralihan faskes 1. Aku banyak membaca kisah para pejuang gagal ginjal yang bisa bertahan dan beraktivitas normal selama belasan tahun. Aku yakin bapak sama kuatnya dengan mereka.





  • Share:

You Might Also Like

0 komentar