Sepulang kerja, badanku capek. Capek dengan pekerjaan, capek berinteraksi dengan banyak orang, capek menampilkan mood yang baik di hadapan orang lain. Pengennya tidur, mengunci diri di kamar. Kalau keponakan mau masuk kamarku, tinggal aku tutup saja pintunya. Tapi, kalau udah punya anak, masak aku mau mengunci diri seperti ini? Aku ingat mbak Dina, rekan kerjaku, ibu 3 anak. Sepulang kerja langsung mengurus rumah sekaligus mengasuh 3 anaknya. Betapa hebat wanita karir sekaligus ibu rumah tangga.
Sepulang kerja, aku lapar. Bahan seadanya di kulkas akan aku masak, yang penting kenyang. Tapi siapkah aku menahan egoku, laparku, menomorduakan aku sendiri? Seperti ibu yang selalu sabar menanti bapak pulang mengajar. Sehabis bapak makan, barulah ibu (merasa) bisa makan dengan kenyang. Di sore hari ibu akan menanyai bapak mau makan apa, menyiapkan teh hangat atau kopi, menyiapkan cemilan, menyediakan lauk makan malam untuk dimakan dengan keluarga. Aku belum sanggup untuk berbakti seperti ibuku yang mengerahkan hidupnya untuk keluarga.
Sabtu atau minggu, inginku berpacaran dengan Yoga. Sekadar beli pentol monster dan teh tarik gardoe saja sudah bahagia menurutku. Ini karena aku dan Yoga masih sama-sama lajang. Coba kalau sudah menikah, waktunya pasti habis untuk bersih-bersih rumah seperti ibu. Satu pekerjaan rumah selesai, pekerjaan lainnya menanti. Belum lagi kalau punya anak kecil seperti mbak Angga. Terberkati dengan kemampuan untuk bekerja dari rumah, tapi tetap saja kerepotan karena harus mengurus 2 anak kecil sekaligus. Sabtu dan minggu untuk pergi keluar barangkali tidak bisa dilakukan dengan leluasa seperti saat masih berpacaran.
Umurku, yang menurut orang lain sudah matang untuk menikah, semakin kupikir semakin berat. Hidupku masih sama, aku masih malas, kamarku masih berantakan, pola tidurku tidak menentu, pola makanku kacau. Untuk mengurus diri sendiri saja aku masih teledor, apa lagi ditambah dengan mengurus keluarga.
Untungnya, keluargaku mengerti. Keluarga Yoga mengerti. Aku dan Yogapun saling mengerti. Bayangan menikah masih jauh, yang menikah kami, yang menyiapkan diri tentu saja kami berdua. Terima kasih untuk semua doa baik, aku aminkan supaya hatiku lebih siap, hidupku lebih teratur, dan supaya aku lebih bertanggung jawab. Menikahlah ketika kamu dan pasanganmu sudah siap, dalam segi apapun.
source : bridalguide.com